Bapak Tua
Bapak bangun tidur lebih awal dari ayam yang ditugaskan berkokok saat pagi lalu berdoa untuk mengucap syukur dan harap untuk hari yang baru.
Bapak mengantar anak semata wayangnya ke gerbang sekolah. Anak menyalami tangan Bapak sambil Bapak tersenyum. Rasa haru menyeruak dalam hati karena meski Bapak tidak pernah mendapat kesempatan untuk belajar membaca, setidaknya Bapak bisa melihat anaknya sekolah sekarang.
Bapak membawa sebuah kotak berisi berbagai macam rokok dan beberapa makanan ringan dengan seutas tali yang digantung pada leher serta tissue di tangan.
Bapak mulai berjalan kaki di sekitar jalan Malioboro, menghampiri satu persatu pendatang maupun warga lokal yang sedang berkunjung, menawarkan tissue untuk menyeka keringat di udara panas maupun rokok untuk bersantai sambil duduk-duduk.
"Tissue-nya, Mbak. Tissue-nya..."
"Rokok nya, Mas."
Bapak tetap semangat berjalan menawarkan dagangan meski kebanyakan orang menolak untuk membeli tissue seharga lima ribu rupiah.
"Pak, beli tissuenya satu."
Bapak kegirangan dalam hati sambil menghampiri pengunjung yang sedang makan bakso di sebuah ruko. Wajahnya terlihat memerah tanda terlalu banyak makan sambal dan keringan mengucur di turun di wajah.
Bapak menerima satu lembar sepuluh ribu rupiah karena berhasil menjual dua tissue. Bapak pun duduk sebentar, siapa tahu ada pengunjung yang terlalu banyak makan sambal lagi lalu membutuhkan tissue juga.
"Semuanya tuh tentang mindset," pria berkemeja putih bicara setelah menghisap rokoknya. "sama money management. Masa nggak bisa nabung gaji perbulan berapa persen doang? Nggak bisa ngatur duit namanya, boros!"
Ia menghisap rokoknya lagi sebelum mulai bicara, "Semua orang bisa 'kok sukses, yang penting usaha. Gua kuliah di Aussie sambil bantuin kerjaan Bokap bisa 'kok dikerjain semua. Orang-orang aja yang males."
"Makanya, gua juga kerja tiap hari masih bisa kok sisihin uang. Orang-orang 'kok protes hidup susah tapi nggak mau usaha. Makanya work smart bukan work hard!" balas pria di sampingnya dengan suara yang menggebu-gebu.
Bapak hanya duduk tidak sengaja mendengar, tidak mengerti jelas isi pembicaraan mereka.
Bapak hanya duduk sambil menatap dagangannya yang belum habis sambil berdoa agar anaknya bisa sukses seperti pria-pria yang asik berbicara dengan bahasa orang intelek itu.
Bapak diam-diam juga merasa iri, kenapa tidak bisa seperti mereka yang bisa baca tulis dan bekerja sesuai mimpinya. Namun Bapak tidak mendapat kesempatan untuk mencicip pendidikan, apalagi mimpi mendapat kerja yang layak pun tidak mungkin digapai.
Bapak suka bertanya-tanya mengapa Ia tidak bisa sesukses orang-orang meski sudah bekerja keras sejak remaja.
Namun Bapak, bukan salah Bapak. Dunia yang tidak memberi kesempatan untuk Bapak namun justru menyalahkan Bapak atas kemiskinan yang menimpa Bapak.
"Work smart, bukan work hard" kata mereka. Seakan-akan dunia memberi kesempatan untuk Bapak sekedar belajar baca tulis.